Pentingnya Pemerataan Distribusi Guru dalam Menghadapi Tantangan Pendidikan di Indonesia

https://www.antaranews.com/
Beraspirasi – Ketua Tim Kerja Analisis dan Advokasi Kebijakan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Lukman Solihin, menyampaikan pentingnya pemerataan distribusi guru di Indonesia sebagai masalah yang perlu mendapat perhatian serius dari seluruh pihak. Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan untuk memperingati Hari Guru Nasional, Lukman menjelaskan bahwa tantangan terkait redistribusi guru di Indonesia cukup besar, karena kewenangan atas penempatan guru berada di tangan pemerintah daerah, kecuali untuk guru-guru yang berada di bawah Kementerian Agama, seperti guru madrasah.
Lukman menyebutkan bahwa di Kemendikdasmen, kewenangan pengelolaan guru terbagi berdasarkan tingkat pendidikan. Misalnya, di tingkat SMA dan SMK, pengelolaan guru berada di bawah wewenang pemerintah provinsi, sedangkan untuk pendidikan SD, SMP, dan PAUD, kewenangan tersebut ada di tingkat kabupaten atau kota. Pembagian kewenangan yang berbeda antar daerah ini menjadi tantangan dalam menciptakan keseragaman dan pemerataan distribusi guru di seluruh Indonesia.
Menurut data yang diungkapkan Lukman, meskipun jumlah guru secara keseluruhan sudah mencakup kebutuhan di Indonesia, distribusi atau rasio guru di tiap daerah masih sangat tidak merata. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 47 Tahun 2023 tentang Standar Pengelolaan pada PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, jumlah total guru di Indonesia mencapai 3.057.552 orang, dengan perincian 2.212.988 guru di sekolah negeri dan 844.564 guru di sekolah swasta. Meskipun jumlahnya cukup besar, rasio distribusi guru di tingkat SD hingga SMA masih menunjukkan ketimpangan yang cukup signifikan.
Sebagai contoh, di tingkat SD, rasio ideal antara jumlah guru dan jumlah siswa adalah 1:28, namun pada kenyataannya rasio yang ada saat ini adalah 1:16, dengan 1.462.646 guru yang harus mengajar 24.046.450 siswa. Angka ini menggambarkan ketimpangan yang cukup jelas dalam distribusi tenaga pengajar di Indonesia. Bahkan, beberapa provinsi mengalami kesenjangan besar antara jumlah guru yang ideal dengan yang tersedia.
Lukman memberikan contoh konkret terkait ketimpangan ini di Provinsi Jawa Barat. Provinsi ini masih menghadapi kekurangan guru sekolah negeri terbesar di Indonesia, dengan kekurangan sekitar 54.907 guru. Meskipun terdapat 187.483 guru berstatus ASN dan 68.200 guru non-ASN, kebutuhan untuk memenuhi kekurangan tenaga pengajar masih sangat tinggi. Sementara itu, di Provinsi Papua Barat Daya, meskipun rasio jumlah guru dengan siswa terlihat relatif seimbang, namun tantangan geografis dan kualitatif yang dihadapi membuat data tersebut tidak bisa menggambarkan secara mendalam situasi yang sebenarnya di lapangan. Persebaran siswa yang sangat luas dan jumlah siswa yang relatif sedikit menjadi kendala tersendiri dalam penentuan distribusi guru yang tepat.
Selain permasalahan domestik, Lukman juga mengungkapkan bahwa isu kekurangan guru ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga merupakan masalah global. Berdasarkan data dari UNESCO tahun 2024, diperkirakan pada tahun 2030 akan ada kebutuhan untuk 44 juta guru baru di seluruh dunia, dengan 4,5 juta di antaranya dibutuhkan di kawasan Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak sendiri dalam menghadapi tantangan kekurangan guru, yang juga menjadi masalah besar bagi banyak negara di dunia.
Salah satu tantangan lain yang dihadapi Indonesia dalam meningkatkan jumlah guru adalah laju penambahan guru yang masih tergolong lambat. Di satu sisi, jumlah siswa baru terus meningkat, namun di sisi lain, jumlah guru yang pensiun juga semakin banyak, sementara penambahan guru baru tidak dapat mengikuti kecepatan yang dibutuhkan. Sistem rekrutmen dan penempatan guru yang belum sepenuhnya memperhatikan kebutuhan spesifik mata pelajaran (mapel) juga menjadi masalah tersendiri. Lukman menekankan pentingnya penataan sistem rekrutmen dan distribusi guru yang lebih efektif, serta pengelolaan data yang akurat agar persoalan ini dapat diselesaikan dengan lebih baik.
Lukman menyimpulkan bahwa masalah terkait pemerataan distribusi guru di Indonesia memerlukan perhatian serius, terutama dalam hal data dan perencanaan yang tepat. Jika data yang digunakan tidak seragam dan pemahaman tentang kebutuhan guru tidak jelas, maka upaya untuk mengatasi kekurangan guru dan mengoptimalkan distribusinya akan semakin sulit. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa data yang digunakan dalam perencanaan pendidikan nasional dapat memberikan gambaran yang jelas dan akurat tentang kebutuhan guru di setiap daerah.