IDAI Sarankan Pemerintah Atur Takaran Gula dalam Makanan Anak untuk Cegah Diabetes

https://www.antaranews.com/
Beraspirasi – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengingatkan pentingnya peran pemerintah dalam mengatur jumlah kandungan gula dalam makanan anak untuk mencegah penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus pada usia dini. Ketua Pengurus Pusat IDAI, Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A (K), dalam sebuah diskusi daring yang diadakan pada Selasa, menyatakan bahwa sudah saatnya gula mendapatkan perhatian yang setara dengan bahaya rokok. Ia menjelaskan, selama ini gula belum dianggap sebagai ancaman yang serius terhadap kesehatan meskipun dampaknya dapat sangat merugikan, terutama bagi anak-anak.
Piprim mengusulkan agar pemerintah mengatur pencantuman takaran gula dalam kemasan produk makanan dan minuman yang ditujukan untuk anak-anak. Ia menyarankan agar informasi tentang jumlah gula, seperti misalnya takaran setara dengan berapa sendok gula pasir, dicantumkan pada label kemasan. Langkah ini, menurutnya, dapat meningkatkan kesadaran orang tua mengenai berapa banyak gula yang dikonsumsi anak mereka.
Menurut Dr. Piprim, pencantuman takaran gula ini sangat penting karena prevalensi diabetes pada anak-anak terus meningkat. Data dari IDAI menunjukkan bahwa pada pertengahan tahun 2022, prevalensi diabetes pada anak meningkat 70 kali lipat dibandingkan dengan data pada tahun 2010. IDAI bahkan mencatatkan dua kasus diabetes per 100 ribu anak pada waktu tersebut. Piprim menilai bahwa peningkatan jumlah penderita diabetes pada anak-anak ini sangat berkaitan dengan konsumsi gula yang berlebihan, yang seringkali tidak disadari oleh orang tua.
“Gula sangat berbahaya, namun selama ini belum banyak orang yang menyadari dampaknya. Berbeda dengan rokok, di mana ada peringatan yang jelas seperti ‘rokok dapat membunuhmu,’ makanan atau minuman manis yang mengandung gula tidak memiliki peringatan serupa,” ujar Piprim. Ia menambahkan bahwa makanan dan minuman yang dijual di pasaran banyak yang mengandung gula atau pemanis buatan, yang jika dikonsumsi dalam jumlah besar dan terus menerus dapat membahayakan kesehatan tubuh anak.
Piprim menjelaskan, gula yang terkandung dalam makanan atau minuman yang dikonsumsi anak-anak dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah yang cepat, yang kemudian akan turun dengan cepat pula. Kondisi ini, menurutnya, akan memicu reaksi anak yang menjadi cranky atau gelisah, lapar, dan bahkan mengamuk. Kondisi ini akan segera mereda jika diberikan makanan atau minuman manis lagi, yang memperburuk siklus tersebut. “Ini menciptakan lingkaran setan,” kata Piprim.
Lingkaran setan tersebut, menurut Piprim, dapat menyebabkan anak-anak menjadi adiksi terhadap gula, yang berujung pada kelebihan nutrisi dan kalori. Dalam jangka panjang, pola makan yang buruk ini dapat memicu berbagai penyakit tidak menular (PTM) seperti diabetes melitus, hipertensi, masalah ginjal, dan gangguan kesehatan lainnya.
Piprim juga menekankan bahwa pencegahan konsumsi gula berlebihan sejak dini sangat penting untuk melindungi anak-anak dari risiko PTM di masa depan. Oleh karena itu, pengaturan kandungan gula dalam produk makanan dan minuman yang dikonsumsi anak harus menjadi perhatian utama. Selain itu, edukasi kepada masyarakat, terutama orang tua, tentang bahaya gula yang terkandung dalam makanan sehari-hari juga harus dilakukan secara masif.
Dengan semakin tingginya angka prevalensi diabetes pada anak dan semakin banyaknya makanan serta minuman manis yang tersedia di pasaran, peran pemerintah dalam mengatur dan mengedukasi mengenai kandungan gula sangatlah penting. Hal ini diharapkan dapat meminimalkan risiko PTM pada anak-anak dan memberikan perlindungan bagi generasi mendatang agar tumbuh sehat dan bebas dari penyakit kronis.