Kerugian Negara Rp562,51 Miliar dalam Kasus Korupsi Proyek Jalur KA Besitang-Langsa, Tiga Terdakwa Dijatuhi Vonis Penjara

https://www.antaranews.com/
Beraspirasi – Pada sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Majelis Hakim mengungkapkan bahwa kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Jalur Kereta Api (KA) Besitang-Langsa yang berlangsung dari tahun 2017 hingga 2023 mencapai Rp562,51 miliar. Angka ini berbeda signifikan dari estimasi kerugian yang sebelumnya disebutkan dalam dakwaan, yaitu sebesar Rp1,15 triliun.
Hakim Ketua Maryono menjelaskan bahwa kerugian negara tersebut disebabkan oleh sejumlah penyimpangan yang terjadi dalam berbagai tahap proyek, termasuk perencanaan, pelelangan, serta pelaksanaan konstruksi jalur KA. Proyek ini mencakup pembangunan jalur KA di wilayah Sumatera Bagian Utara, khususnya dari Besitang menuju Langsa, yang berlangsung selama tiga tahun. Sebagai rincian, kerugian negara yang tercatat berasal dari beberapa tahap pekerjaan: peninjauan desain (review design) sebesar Rp7,9 miliar, penanganan amblas yang mencapai Rp531,96 miliar, dan pekerjaan jalur KA senilai Rp22,65 miliar.
Dalam proses hukum ini, tiga terdakwa yang terlibat dalam kasus ini telah dijatuhi hukuman. Mereka adalah Akhmad Afif Setiawan, mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wilayah I pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara; Halim Hartono, mantan PPK Pekerjaan Konstruksi Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa; serta Rieki Meidi Yuwana, mantan Kepala Seksi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara. Majelis Hakim menyatakan bahwa ketiganya telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Ketiga terdakwa tersebut dijatuhi hukuman penjara yang berbeda-beda: Rieki divonis 5 tahun penjara, Akhmad 6 tahun, dan Halim 7 tahun. Selain hukuman penjara, mereka juga dikenakan denda masing-masing sebesar Rp750 juta, yang jika tidak dibayar, akan digantikan dengan pidana kurungan selama 4 bulan. Tak hanya itu, para terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kerugian yang mereka timbulkan. Rieki diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp785,1 juta, Akhmad sebesar Rp9,55 miliar, dan Halim sebesar Rp28,58 miliar. Jika tidak mampu membayar, mereka akan menjalani tambahan hukuman kurungan yang berbeda-beda.
Terkait dengan kerugian negara yang dihitung, majelis hakim membandingkan angka tersebut dengan perhitungan yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mencatat kerugian mencapai Rp1,15 triliun. Namun, menurut Ketua Majelis Hakim Djuyamto, pihaknya tidak sependapat dengan hasil hitungan BPKP. Menurut Djuyamto, meskipun terdapat penyimpangan dalam proyek ini, pekerjaan fisik tersebut pada kenyataannya telah dilaksanakan, sehingga kerugian negara tidak dapat dihitung dengan cara total loss seperti yang dihitung BPKP.
Sementara itu, dalam sidang yang berlangsung pada hari yang sama, namun di ruang pengadilan yang berbeda, empat terdakwa lainnya yang terlibat dalam proyek ini juga dijatuhi vonis. Mereka termasuk para pejabat Kementerian Perhubungan dan pihak swasta yang terkait dengan proyek tersebut. Hakim yang memimpin sidang tersebut menetapkan kerugian negara yang lebih kecil, yakni sebesar Rp30,88 miliar.
Kasus korupsi ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk pejabat pemerintah dan pengusaha yang terkait dengan proyek pembangunan jalur kereta api yang dilaksanakan oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan. Dengan adanya keputusan hakim yang telah dijatuhkan, diharapkan dapat memberikan efek jera dan menjadi pelajaran bagi para pejabat terkait untuk selalu menjalankan tugas dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi dalam proyek-proyek pemerintah.