Transformasi Energi Indonesia: Tantangan dan Peluang di Asia Tenggara

Sumber: antaranews.com
Beraspirasi – Anders Maltesen, Presiden Industri Energi Asia di ABB, menekankan kompleksitas yang dihadapi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara dalam menghadapi transisi energi. Menurutnya, setiap negara memiliki tantangan dan situasi unik yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti ukuran wilayah, letak geografis, serta kebutuhan dan potensi energi yang berbeda-beda. Hal tersebut menjadi penentu penting dalam bentuk investasi yang akan dilakukan untuk mendukung transisi energi.
Maltesen menjelaskan bahwa meskipun negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, telah menunjukkan kemajuan dalam transisi energi, perjalanan menuju transformasi tersebut masih merupakan hal yang rumit dan penuh tantangan. Ia mengungkapkan bahwa ada banyak pihak yang terlibat dalam proses ini, termasuk berbagai pemangku kepentingan, teknologi, serta aspek keterjangkauan energi. Selain itu, setiap negara di kawasan ini memiliki situasi dan akses yang berbeda terhadap sumber energi terbarukan.
Maltesen juga menambahkan bahwa meskipun banyak tantangan yang dihadapi, Indonesia memiliki keunggulan berupa kekayaan sumber daya energi baru terbarukan (EBT) yang melimpah. Sumber daya seperti panas bumi (geothermal), tenaga surya, dan tenaga angin memberikan Indonesia peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam transisi energi di Asia Tenggara.
Menurutnya, Indonesia memainkan peran penting dalam membentuk masa depan energi di kawasan ini. Sebagai konsumen energi terbesar di Asia Tenggara, pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang besar menegaskan pentingnya solusi energi yang berkelanjutan. Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk membangun masa depan energi hijau yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, mengatasi perubahan iklim, serta memastikan ketahanan dan keterjangkauan energi bagi seluruh warganya.
Meskipun Indonesia kaya akan potensi energi terbarukan, Maltesen tidak mengabaikan kenyataan bahwa negara ini saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil, khususnya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Namun, ia memandang ketergantungan ini sebagai langkah awal yang penting dalam proses transisi energi yang lebih besar di masa depan.
Maltesen mengungkapkan bahwa transisi energi bukanlah proses yang bisa terjadi dalam waktu singkat. Indonesia telah melakukan investasi besar-besaran dalam pembangunan PLTU, dan karena biayanya yang sangat mahal, tidak mungkin langsung menghentikan operasionalnya begitu saja. Oleh karena itu, dibutuhkan waktu dan perencanaan yang matang untuk menggantikan PLTU dengan sumber energi lain yang lebih ramah lingkungan. Ia menambahkan bahwa komitmen dari pemerintah Indonesia untuk melakukan transisi energi sudah ada, namun keberlanjutan dari transisi ini memerlukan waktu yang tepat.
Untuk mewujudkan transisi energi yang sukses, Maltesen menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak. Ia berpendapat bahwa keseimbangan antara ketahanan energi, keberlanjutan, dan keterjangkauan hanya dapat tercapai melalui kerja sama lintas negara, regional, dan industri. Semua pihak harus terlibat dalam usaha ini, karena tidak mungkin transisi energi terbarukan bisa tercapai jika dilakukan secara terpisah-pisah. Dengan semakin banyaknya kolaborasi yang terjalin, maka proses transisi energi akan menjadi lebih cepat dan lebih efisien.
Melalui pandangannya ini, Maltesen mengajak semua pihak untuk berperan aktif dalam proses transisi energi, untuk mewujudkan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan bagi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.