Kebijakan Suku Bunga Bank Indonesia Diprediksi Dorong Penguatan Rupiah Terhadap Dolar AS

Beraspirasi – Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyatakan bahwa dampak dari kebijakan Bank Indonesia (BI) yang sebelumnya memangkas suku bunga kini mulai mereda. Hal ini, menurutnya, berpotensi mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Dalam pernyataannya kepada ANTARA pada Jumat di Jakarta, Josua menjelaskan bahwa meskipun kebijakan BI berdampak signifikan pada pasar pada awalnya, efek tersebut diperkirakan akan berkurang seiring berjalannya waktu, sehingga memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat.
Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14 dan 15 Januari 2025, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps), yang kini berada di level 5,75 persen. Selain itu, suku bunga deposit facility juga diturunkan 25 bps menjadi 5 persen, dan suku bunga lending facility diputuskan untuk turun sebesar 25 bps menjadi 6,5 persen. Keputusan ini mengikuti langkah BI untuk merespons kondisi ekonomi dan mendorong pertumbuhan dengan menurunkan biaya pinjaman di sektor perbankan.
Penurunan suku bunga tersebut diharapkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi, meskipun dampaknya kini mulai berkurang. Josua menyebutkan bahwa meski kebijakan tersebut mulai mereda, masih ada potensi bagi rupiah untuk menguat di tengah situasi ekonomi global yang lebih stabil.
Selain kebijakan domestik, faktor eksternal juga berperan dalam pergerakan nilai tukar rupiah. Data terbaru yang dirilis menunjukkan bahwa penjualan ritel di Amerika Serikat (AS) mengalami kenaikan, namun dengan angka yang melambat, yakni hanya 0,4 persen, lebih rendah dari prediksi sebesar 0,8 persen pada bulan Desember 2024. Keputusan tersebut berpotensi memberikan sentimen positif terhadap pasar, karena kondisi ini menunjukkan optimisme terhadap prospek ekonomi global. Sentimen yang dikenal sebagai risk-on ini mencerminkan adanya keyakinan para pelaku pasar bahwa kondisi ekonomi akan membaik, sehingga mereka lebih memilih berinvestasi di aset-aset dengan risiko lebih tinggi, seperti mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.
Josua pun memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan bergerak dalam kisaran yang relatif sempit. Ia memprediksi rupiah akan berada di kisaran Rp16.300 hingga Rp16.400 per dolar AS. Perkiraan ini juga didasarkan pada analisis terhadap sentimen pasar yang masih cenderung positif, meski ada tantangan di pasar global yang harus diwaspadai.
Pada perdagangan di pasar antarbank di Jakarta, pada Jumat pagi, nilai tukar rupiah terlihat menguat. Rupiah tercatat menguat 14 poin atau 0,09 persen menjadi Rp16.362 per dolar AS, dibandingkan dengan level sebelumnya yang tercatat di Rp16.376 per dolar AS. Meski pergerakan tersebut tidak terlalu signifikan, hal ini menunjukkan bahwa rupiah cenderung stabil dan mendapat dukungan dari faktor domestik maupun eksternal.
Ke depan, meskipun Bank Indonesia sudah melakukan penurunan suku bunga, pengaruhnya terhadap rupiah diperkirakan akan semakin berkurang, dan tantangan ekonomi global seperti dinamika pasar AS dan ketidakpastian lainnya tetap akan mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Oleh karena itu, diperlukan perhatian terus-menerus terhadap kebijakan domestik dan perkembangan ekonomi global yang dapat memberikan dampak besar terhadap pasar keuangan Indonesia, khususnya nilai tukar rupiah.
Dengan demikian, meskipun ada potensi bagi rupiah untuk menguat dalam waktu dekat, hal ini tetap bergantung pada berbagai faktor yang saling memengaruhi, baik dari kebijakan dalam negeri maupun dinamika ekonomi global yang dapat berfluktuasi.