Indonesia Siap Menjadi Pemain Utama Global dalam Hilirisasi Nikel dan Industri Baterai Listrik

https://www.merdeka.com/
Beraspirasi – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan keyakinannya bahwa program hilirisasi nikel di Indonesia kini berada di jalur yang tepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya ekosistem industri baterai kendaraan listrik di tanah air. Menurut Bahlil, salah satu bukti konkret dari kemajuan tersebut adalah ekspor prekursor baterai kendaraan listrik, yang merupakan bahan baku utama untuk pembuatan katode dalam baterai, ke produsen kendaraan listrik global, seperti Tesla.
Dalam acara Minerba Expo 2024 yang digelar di Balai Kartini, Jakarta, pada Senin (25/11), Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia telah siap untuk menyuplai prekursor baterai tersebut ke Amerika Serikat, tepatnya untuk produk Tesla. “Bulan ini kita sudah mulai mengirim prekursor ke Amerika, untuk produk Tesla,” ujarnya dengan penuh keyakinan.
Selain itu, Indonesia juga telah memiliki fasilitas produksi baterai listrik dengan kapasitas besar, yaitu 10 gigawatt, yang terletak di Karawang, Jawa Barat. Pabrik ini adalah milik PT Indonesia Battery Corporation (IBC), yang menjadi bagian penting dari upaya Indonesia dalam mengembangkan industri baterai kendaraan listrik di dalam negeri. “Sekarang kita sudah memiliki kapasitas baterai sebesar 10 gigawatt di Karawang,” tambah Bahlil.
Keberhasilan Indonesia dalam mengembangkan hilirisasi nikel tidak hanya berhenti pada pembuatan bahan baku baterai, namun juga terus berlanjut dengan tujuan untuk menghasilkan produk nikel dalam bentuk barang jadi. Pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto kini fokus pada pengembangan hilirisasi nikel untuk menghasilkan produk akhir yang dapat langsung dipasarkan, seperti kendaraan listrik dan baterainya. “Kita tidak hanya ingin menciptakan nilai tambah, tetapi juga mendorong hilirisasi sampai pada produk jadi,” kata Bahlil dengan tegas.
Sementara itu, Bahlil juga menyoroti perkembangan signifikan dalam sektor pertambangan nikel global. Indonesia kini menjadi pemain utama dalam pasokan nikel dunia, menggantikan posisi negara-negara seperti Australia yang kini mulai tertekan. Salah satu indikasi dari dominasi Indonesia di pasar nikel adalah keputusan perusahaan pertambangan besar asal Australia, BHP, untuk menutup tambang nikelnya di Australia Barat selama setidaknya tiga tahun. Penutupan tambang ini dipicu oleh kelebihan pasokan di pasar nikel global, yang semakin menguntungkan negara-negara penghasil nikel lainnya, termasuk Indonesia.
Menurut analis pertambangan independen, Peter Strachan, Indonesia telah mengalami transformasi besar dalam sektor pertambangan nikel. Dulu, Indonesia hanya memasok sekitar enam persen dari total nikel dunia, namun kini jumlahnya telah melonjak menjadi 53 persen. “Ini bukan sekadar perubahan siklus, tetapi ini adalah masalah yang bersifat sistemik,” ujar Strachan, mengacu pada perkembangan industri nikel yang kini didominasi oleh Indonesia dan Filipina.
Salah satu faktor yang memperkuat posisi Indonesia adalah teknologi pemrosesan nikel terbaru yang dikembangkan melalui kemitraan dengan produsen baja asal Tiongkok. Teknologi ini memungkinkan Indonesia dan Filipina untuk memproduksi nikel dengan biaya lebih rendah hingga 30 persen dibandingkan dengan Australia. Dengan biaya yang lebih kompetitif, produsen nikel dari Australia, termasuk Nickel West, kini kesulitan untuk bersaing di pasar global.
Penutupan tambang Nickel West oleh BHP, yang merupakan salah satu produsen nikel terbesar di Australia, diperkirakan akan menimbulkan dampak besar pada industri pertambangan di Australia Barat, serta memberikan gelombang kejutan bagi masyarakat yang bergantung pada industri tersebut. Namun, Bahlil menegaskan bahwa Indonesia tidak hanya akan terus menjadi pemain utama dalam industri nikel, tetapi juga berkomitmen untuk melanjutkan hilirisasi produk nikel ke berbagai sektor, terutama industri kendaraan listrik, untuk menciptakan nilai tambah dan meningkatkan perekonomian nasional.