Harga Properti Residensial Mengalami Perlambatan, Penurunan Penjualan Terus Berlanjut

Beraspirasi – Hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dirilis oleh Bank Indonesia menunjukkan adanya perlambatan harga properti residensial pada pasar primer. Baik secara tahunan maupun triwulanan, harga properti mengalami pelambatan yang cukup signifikan pada triwulan III 2024 dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang tercatat pada triwulan III 2024 hanya tumbuh 1,46 persen secara tahunan (yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II 2024 yang tercatat 1,76 persen (yoy). Perlambatan ini terjadi pada hampir semua tipe rumah yang ada di pasar, terutama rumah dengan ukuran besar. Harga rumah tipe besar, yang sebelumnya tumbuh 1,47 persen (yoy) pada triwulan II 2024, kini hanya tumbuh 1,04 persen (yoy) pada triwulan III 2024.
Sementara itu, untuk rumah tipe kecil dan menengah, harga juga mengalami pelambatan, meskipun tidak setajam rumah tipe besar. Rumah tipe kecil mengalami penurunan dari 2,09 persen (yoy) menjadi 1,97 persen (yoy), sementara rumah tipe menengah turun dari 1,45 persen (yoy) menjadi 1,33 persen (yoy).
Perlambatan Spasial di Beberapa Kota
Secara spasial, survei mencatat bahwa dari 18 kota yang diamati, tujuh kota mengalami perlambatan IHPR tahunan pada triwulan III 2024. Kota Pontianak mencatatkan penurunan signifikan, dengan laju pertumbuhan IHPR turun dari 5,40 persen (yoy) pada triwulan II 2024 menjadi 3,34 persen (yoy). Diikuti oleh Kota Padang yang melambat dari 2,55 persen (yoy) menjadi 1,35 persen (yoy).
Namun, beberapa kota lainnya mengalami kenaikan harga, dengan yang paling signifikan terjadi di Kota Pekanbaru yang tumbuh 2,47 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya 1,69 persen (yoy). Kota Bandung dan Kota Medan juga mengalami kenaikan harga masing-masing menjadi 1,16 persen (yoy) dan 1,11 persen (yoy).
Tren Penurunan Harga Properti Triwulanan
Dari segi triwulanan, IHPR di pasar primer juga mencatatkan penurunan. Pada triwulan III 2024, IHPR mengalami kenaikan yang lebih rendah, yakni hanya 0,27 persen (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat 0,35 persen (qtq). Perlambatan ini terutama disebabkan oleh melambatnya kenaikan harga rumah tipe besar, yang hanya naik 0,16 persen (qtq), lebih rendah dibandingkan dengan 0,34 persen (qtq) pada triwulan sebelumnya.
Namun, ada sedikit peningkatan pada harga rumah tipe kecil dan menengah. Rumah tipe kecil naik 0,50 persen (qtq), sementara rumah tipe menengah naik 0,40 persen (qtq), yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh 0,44 persen (qtq) dan 0,34 persen (qtq).
Kontraksi Penjualan Properti
Penurunan harga properti residensial tidak hanya terlihat dari perlambatan harga, tetapi juga dari penurunan penjualan. Penjualan properti di pasar primer pada triwulan III 2024 tercatat terkontraksi 7,14 persen (yoy), sebuah penurunan signifikan setelah pada triwulan sebelumnya sempat tumbuh 7,30 persen (yoy). Penurunan penjualan ini terutama terjadi pada rumah tipe kecil dan menengah, yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 10,05 persen (yoy) dan 8,80 persen (yoy).
Meskipun rumah tipe besar masih mengalami pertumbuhan, laju pertumbuhannya semakin melambat, dari 27,41 persen (yoy) menjadi hanya 6,83 persen (yoy) pada triwulan III 2024.
Secara triwulanan, penurunan penjualan rumah juga terlihat signifikan. Penjualan rumah pada triwulan III 2024 terkontraksi 7,62 persen (qtq), melanjutkan tren penurunan yang terjadi pada triwulan sebelumnya yang tercatat 12,80 persen (qtq). Penurunan penjualan terjadi pada seluruh tipe rumah, dengan rumah tipe kecil dan menengah mengalami kontraksi masing-masing sebesar 9,80 persen (qtq) dan 5,25 persen (qtq).
Faktor Penghambat Penjualan dan Pengembangan Properti
Sejumlah faktor penghambat perkembangan dan penjualan properti residensial primer masih menjadi tantangan. Berdasarkan hasil survei, faktor-faktor tersebut antara lain kenaikan harga bahan bangunan (38,98%), masalah perizinan (21,33%), serta tingginya proporsi uang muka dalam pembelian rumah dengan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) (10,93%).
Meski demikian, tingginya suku bunga KPR tidak dianggap menjadi penghambat utama. Bahkan, suku bunga KPR terpantau mulai melambat, yang tercermin dari angka suku bunga KPR yang tercatat 7,46 persen pada triwulan III 2024.
Secara keseluruhan, meskipun harga properti mengalami pelambatan, penurunan penjualan yang berlanjut menunjukkan tantangan besar dalam pengembangan pasar properti residensial di Indonesia.