Dampak Tarif Impor AS terhadap Dolar dan Kurs Rupiah

Sumber: antaranews.com
Beraspirasi – Ketidakpastian ekonomi yang tengah terjadi di Amerika Serikat (AS) telah memberikan dampak signifikan terhadap nilai tukar berbagai mata uang, termasuk rupiah. Pengamat pasar uang, Ariston Tjendra, menyampaikan bahwa kekhawatiran terkait perlambatan ekonomi AS telah memberikan dorongan penguatan bagi kurs mata uang emerging markets.
Menurut Ariston, indeks dolar AS mengalami pelemahan hingga mencapai kisaran 105,6, yang merupakan level terendah sejak awal Desember 2024. Ia menjelaskan bahwa pelemahan tersebut disebabkan oleh pemberlakuan tarif impor baru terhadap produk dari Kanada, Meksiko, dan China, yang dikhawatirkan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi AS.
Pemerintah AS telah resmi menerapkan kebijakan tarif impor terhadap sejumlah negara mitra dagangnya. Pada Senin (3/3), Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan bahwa tarif impor atas produk asal Meksiko dan Kanada mulai diberlakukan sejak Selasa (4/3) waktu setempat. Sebelumnya, perintah eksekutif yang menetapkan tarif sebesar 25 persen untuk barang impor dari kedua negara tersebut telah ditandatangani sejak 1 Februari.
Namun, kebijakan ini sempat mengalami penundaan. Pemerintah Kanada dan Meksiko telah berjanji untuk meningkatkan upaya dalam menekan arus peredaran narkotika di perbatasan kedua negara. Hal tersebut sempat membuat Trump setuju untuk menangguhkan implementasi tarif selama satu bulan. Akan tetapi, pekan lalu, presiden AS tersebut kembali menegaskan bahwa kebijakan tarif tetap akan diberlakukan sebagaimana yang telah direncanakan.
Selain terhadap Meksiko dan Kanada, kebijakan tarif impor juga diberlakukan terhadap produk asal China. Tarif tambahan sebesar 10 persen dikenakan sebagai respons terhadap masih maraknya peredaran fentanil di AS. Dengan tambahan tersebut, total tarif yang dibebankan pada barang-barang asal China menjadi 20 persen, setelah sebelumnya pemerintahan Trump lebih dulu menetapkan tarif impor sebesar 10 persen pada awal Februari.
Meskipun pelemahan dolar AS terjadi akibat implementasi kebijakan tarif ini, bukan berarti mata uang negara-negara emerging markets akan terus mengalami penguatan terhadap dolar AS. Ariston menekankan bahwa nilai tukar mata uang emerging markets tetap berisiko melemah akibat statusnya sebagai aset berisiko di pasar keuangan global.
Ia menambahkan bahwa peningkatan tarif impor ini berpotensi memicu perang dagang antara negara-negara besar, yang pada akhirnya dapat menghambat transaksi perdagangan global. Jika kondisi tersebut terjadi, maka dampaknya bisa berujung pada perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara emerging markets, termasuk Indonesia.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Ariston memprediksi bahwa nilai tukar rupiah masih memiliki potensi untuk melemah terhadap dolar AS, dengan kemungkinan mencapai Rp16.500 per dolar AS. Sementara itu, potensi batas bawah (support) nilai tukar diperkirakan berada di sekitar Rp16.400 per dolar AS.
Pada sesi pembukaan perdagangan hari Rabu di Jakarta, nilai tukar rupiah tercatat mengalami penguatan sebesar 14 poin atau sekitar 0,09 persen. Nilai rupiah bergerak menjadi Rp16.431 per dolar AS, dibandingkan dengan posisi sebelumnya yang berada pada level Rp16.445 per dolar AS.
Ke depannya, dinamika pergerakan nilai tukar rupiah masih akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi AS serta perkembangan hubungan dagang antara negara-negara besar dunia. Ketidakpastian global yang masih tinggi membuat pasar uang terus berfluktuasi, sehingga para pelaku pasar diharapkan dapat mencermati perkembangan terbaru guna mengantisipasi dampak yang lebih luas terhadap perekonomian Indonesia.