Sindikat Jual Beli Bayi di Media Sosial Terbongkar, Polisi Amankan Tersangka dan Barang Bukti

Beraspirasi – Praktik ilegal jual beli bayi melalui media sosial kembali mencuat setelah Polres Kulonprogo mengungkap sindikat yang menggunakan platform Facebook sebagai sarana menjalankan aksinya. Dengan kedok adopsi anak, kelompok ini berhasil mencari ibu muda yang hamil di luar nikah sebagai target utama.
Kapolres Kulonprogo, AKBP Wilson Bugner F Pasaribu, dalam konferensi pers di Mapolda DIY pada Senin (25/11), menjelaskan bahwa penyelidikan dimulai setelah Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Kulonprogo mendapatkan laporan tentang aktivitas mencurigakan di grup adopsi anak di Facebook. Setelah menyelidiki lebih lanjut, polisi menemukan akun yang aktif menawarkan jasa adopsi.
“Akun tersebut terindikasi melakukan praktik jual beli bayi demi keuntungan pribadi. Setelah kami dalami, modus ini dijalankan oleh sebuah sindikat yang telah beroperasi lebih dari satu tahun,” ujar Wilson.
Penangkapan Tersangka dan Peran Masing-Masing
Penyelidikan mengarah pada empat tersangka yang seluruhnya berasal dari Jawa Tengah. Mereka adalah AH (41), A (39), NNR (20), dan MM (52). Para tersangka memiliki peran masing-masing dalam operasional sindikat ini:
- MM: Otak utama yang mengatur strategi.
- NNR: Berperan sebagai pengasuh bayi.
- A: Bertugas mencari pembeli bayi.
- AH: Mengemudikan kendaraan untuk mengantarkan bayi kepada pembeli.
Menurut Wilson, salah satu taktik sindikat ini adalah berpura-pura menjadi keluarga yang membutuhkan anak untuk diadopsi. Dalam beberapa kasus, tersangka MM dan NNR berperan sebagai pasangan suami istri dengan AH berperan sebagai mertua.
Pada Rabu (20/11), polisi melakukan penyamaran dengan menghubungi akun Facebook tersangka, berpura-pura tertarik mengadopsi bayi. Sindikat setuju menyerahkan bayi dengan harga Rp25 juta. Ketika bayi diserahkan, polisi langsung menangkap para pelaku.
Skema Operasi dan Barang Bukti
Sindikat ini diketahui mematok harga bervariasi untuk bayi yang mereka jual, berkisar antara Rp20 juta hingga Rp40 juta. Harga tersebut tergantung jenis kelamin bayi dan kondisi tertentu, seperti bayi perempuan atau bayi blasteran yang dihargai lebih tinggi.
Barang bukti yang berhasil disita meliputi:
- Uang tunai Rp25,7 juta.
- Tangkapan layar percakapan di media sosial.
- Surat perjanjian adopsi.
- Kuitansi pembayaran sebesar Rp25 juta.
- Buku kesehatan ibu dan anak.
- Foto bayi di atas timbangan.
- Mobil Toyota Avanza yang digunakan untuk mengantar bayi.
Dampak pada Korban
Polisi memastikan bahwa orang tua biologis bayi tidak akan dikenai tindakan hukum karena mereka menjadi korban manipulasi sindikat. Wilson menjelaskan, kebanyakan orang tua bayi berasal dari latar belakang ekonomi sulit dan kurang memahami regulasi hukum terkait adopsi.
“Kami menemukan fakta bahwa mereka adalah orang awam yang tidak memahami aturan. Pelaku memanfaatkan kelemahan ini untuk menjalankan modusnya,” ungkapnya.
Bayi yang telah diamankan saat ini berada dalam perlindungan Rumah Sakit Wates dan Dinas Sosial Kulonprogo untuk memastikan kesejahteraannya.
Ancaman Hukuman dan Upaya Lanjutan
Empat tersangka kini dijerat dengan Pasal 83 juncto Pasal 76 (f) dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur larangan memperdagangkan anak. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda yang berat.
Kapolres Kulonprogo menegaskan bahwa penyelidikan tidak berhenti di sini. Pihaknya akan terus melacak jaringan sindikat, termasuk pembeli bayi yang tersebar di berbagai wilayah seperti Yogyakarta, Jawa Tengah, Jakarta, dan Manado.
“Kami menduga ada lebih banyak korban yang terlibat. Penelusuran terus kami lakukan untuk menghentikan praktik ini sepenuhnya,” tutup Wilson.
Kesadaran dan Perlindungan
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap regulasi adopsi dan perlindungan anak. Aparat berkomitmen untuk meningkatkan pengawasan terhadap platform digital yang sering disalahgunakan untuk kejahatan seperti ini. Diharapkan, tindakan tegas terhadap sindikat ini dapat menjadi efek jera bagi pihak lain yang berniat melakukan kejahatan serupa.